Menurut cerita turun-temurun dari para sesepuh desa, nama “Grogol” berasal dari kata dalam bahasa Jawa yang berarti tempat atau daerah dengan air yang mengalir deras atau cekungan air. Hal ini sesuai dengan kondisi geografis desa pada masa dahulu yang banyak memiliki sungai kecil dan saluran irigasi, menjadikannya sebagai daerah yang subur dan cocok untuk pertanian, khususnya padi dan tebu.

Desa Grogol mulai dikenal sebagai satu kesatuan wilayah pemukiman sejak era kolonial Belanda. Pada masa itu, wilayah ini menjadi bagian dari sistem landschap Pasuruan yang dikenal produktif dalam sektor agraris. Banyak warga yang menjadi buruh tani dan penggarap lahan-lahan milik pemerintah kolonial maupun tuan tanah lokal.

Secara administratif, Desa Grogol ditetapkan secara resmi sebagai desa setelah kemerdekaan Republik Indonesia, seiring dengan diterapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah. Pembentukan pemerintahan desa dilakukan melalui musyawarah masyarakat, dan dipilihlah kepala desa pertama secara demokratis. Sejak saat itu, Desa Grogol mulai berkembang dengan membentuk struktur pemerintahan desa, membuka akses jalan dan pendidikan, serta memperkuat kehidupan sosial masyarakat.

Hingga kini, Desa Grogol terus mengalami perkembangan baik dalam bidang infrastruktur, pendidikan, ekonomi kerakyatan, maupun budaya. Kehidupan masyarakat yang sebagian besar adalah petani dan pedagang masih mencerminkan nilai-nilai gotong royong dan kearifan lokal yang diwariskan oleh para leluhur.